Dalam menghadapi dinamika sosial dan tantangan zaman, organisasi keagamaan dituntut tidak hanya memiliki prinsip keimanan yang kokoh, tetapi juga metodologi pemikiran yang adaptif dan rasional. Muhammadiyah, sebagai gerakan Islam yang berdiri sejak awal abad ke-20, hadir dengan semangat tajdid (pembaharuan) yang kuat. Salah satu pilar penting yang menopang gerakan ini adalah Manhaj Tarjih—sebuah metode penetapan hukum Islam yang rasional, terbuka, dan berbasis dalil yang kuat.
Manhaj Tarjih Muhammadiyah tidak sekadar memilih pendapat yang paling kuat (rajih) dari berbagai pandangan ulama, tetapi juga melibatkan pertimbangan kontekstual dan nilai-nilai universal Islam seperti keadilan, kemaslahatan, dan kesetaraan. Dalam praktiknya, Muhammadiyah melalui Majelis Tarjih dan Tajdid terus mengembangkan pendekatan metodologis yang integratif—menggabungkan antara teks (nash), akal, dan realitas sosial. Pendekatan ini menjadi landasan dalam menjawab isu-isu kontemporer seperti kesehatan reproduksi, teknologi informasi, ekonomi syariah, hingga masalah lingkungan hidup.
Implementasi manhaj tarjih di lingkungan Muhammadiyah bukan hanya menghasilkan fatwa-fatwa hukum yang relevan, tetapi juga membentuk cara berpikir keislaman yang kritis, mencerahkan, dan solutif. Melalui forum Musyawarah Nasional Tarjih dan kegiatan keilmuan lainnya, Muhammadiyah menegaskan peran strategis ijtihad jama’i—yakni ijtihad kolektif berbasis ilmu dan dalil yang bertanggung jawab. Hal ini menjadikan manhaj tarjih bukan hanya instrumen akademik, tetapi juga pedoman praksis dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat.
Dengan demikian, implementasi manhaj tarjih Muhammadiyah adalah cerminan dari upaya terus-menerus untuk menjadikan Islam sebagai rahmat bagi semesta dalam bentuk yang relevan, rasional, dan membumi.