Kesehatan bukanlah semata-mata persoalan biologis, tetapi juga sangat dipengaruhi oleh faktor sosial dan budaya. Pemahaman terhadap sakit, perilaku mencari pengobatan, hingga kepatuhan terhadap anjuran medis sangat ditentukan oleh nilai, keyakinan, adat istiadat, dan praktik budaya yang dianut oleh individu atau komunitas. Oleh karena itu, dalam kajian kesehatan masyarakat dan pelayanan medis, diperlukan suatu pendekatan yang sensitif terhadap kebudayaan — yang dikenal sebagai pendekatan kebudayaan dalam kesehatan (cultural approach to health).
Pendekatan ini berpijak pada kesadaran bahwa setiap masyarakat memiliki sistem nilai dan cara pandang tersendiri terhadap tubuh, penyakit, penyembuhan, dan kematian. Dalam masyarakat tradisional, misalnya, sakit bisa dimaknai bukan hanya sebagai gangguan fisik, tetapi juga sebagai akibat dari pelanggaran norma sosial, gangguan spiritual, atau ketidakseimbangan alam. Sebaliknya, dalam masyarakat modern, sakit lebih sering dimaknai secara rasional dan ilmiah.
Dengan memahami keragaman ini, para tenaga kesehatan dituntut untuk tidak hanya mengandalkan pendekatan biomedis semata, melainkan juga perlu memperhatikan aspek-aspek kultural dalam memberikan pelayanan. Ketika seorang dokter, perawat, atau penyuluh kesehatan memahami latar budaya pasiennya, maka interaksi yang terjadi akan lebih empatik, komunikatif, dan efektif.
Lebih jauh, pendekatan kebudayaan dalam kesehatan juga memberi ruang bagi pengetahuan lokal dan praktik pengobatan tradisional yang telah lama hidup dan berkembang dalam masyarakat. Integrasi antara ilmu medis modern dan pengetahuan budaya lokal dapat menciptakan model pelayanan kesehatan yang lebih holistik, berkelanjutan, dan berkeadilan sosial.
Dengan demikian, pendekatan kebudayaan bukan hanya menjadi pelengkap, tetapi justru menjadi komponen penting dalam strategi peningkatan kualitas layanan kesehatan, terutama di masyarakat yang beragam secara etnis dan keyakinan seperti Indonesia.