Konsep negara dalam Islam merupakan bagian integral dari pandangan hidup Islam yang menyeluruh (syumul), yang tidak memisahkan antara aspek spiritual, sosial, dan politik. Islam memandang negara bukan sekadar struktur kekuasaan administratif, tetapi sebagai sarana untuk menegakkan nilai-nilai keadilan, kemaslahatan, dan syariat Allah di muka bumi.
Sejak masa Nabi Muhammad ﷺ di Madinah, negara Islam telah hadir sebagai bentuk nyata dari sistem pemerintahan yang berpijak pada nilai-nilai tauhid, keadilan sosial, serta partisipasi umat dalam pengambilan keputusan (musyawarah/syura). Negara dalam Islam bukanlah tujuan akhir, melainkan alat untuk mewujudkan tujuan hidup manusia sebagai khalifah di bumi, yaitu membangun peradaban yang adil, bermartabat, dan sejahtera di bawah keridhaan Allah SWT.
Islam tidak menentukan bentuk negara secara baku, apakah kerajaan, republik, atau sistem parlementer. Namun, Islam menekankan prinsip-prinsip dasar negara, seperti keadilan, amanah, tanggung jawab, persamaan di depan hukum, dan perlindungan terhadap lima hal utama dalam maqashid syariah: agama, jiwa, akal, harta, dan keturunan. Oleh karena itu, dalam kerangka Islam, negara harus menjadi pelayan umat, bukan alat tirani atau dominasi kelompok tertentu.
Dalam konteks kontemporer, konsep negara Islam sering menjadi bahan perdebatan dan interpretasi yang beragam. Ada yang menekankan formalisasi hukum Islam dalam sistem negara, sementara yang lain mengedepankan substansi etika Islam dalam pemerintahan yang adil dan demokratis. Meski demikian, esensi negara dalam Islam tetaplah sama: menghadirkan kemaslahatan, menjaga keadilan, dan menegakkan nilai-nilai kebenaran secara kolektif.
Dengan demikian, memahami negara dari perspektif Islam tidak dapat dilepaskan dari pemahaman tentang peran manusia sebagai khalifah, misi kenabian, dan tujuan syariat Islam itu sendiri. Negara bukan hanya arena politik, tetapi juga wadah aktualisasi nilai-nilai ilahiyah dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa.